1. Definisi Psikoterapi
Psikoterapi
adalah perawatan dengan menggunakan alat-alat psikologis terhadap permasalahan
yang berasal dari kehidupan emosional dimana seorang ahli secara sengaja
menciptakan hubungan professional dengan pasien, dengan tujuan : 1)
menghilangkan, mengubah atau menemukan gejala-gejala yang ada, 2) memperbaiki
pola tingkah laku yang rusak, dan 3) meningkatkan pertumbuhan serta
perkembangan kepribadian yang positif, penjelasan ini sesuai dengan yang dikemukakan
Wolberg (Kertamuda, 2010)
Psikoterapi
menurut Pietrofesa, Hoffman, & Splete (Kertamuda, 2010) mendeskripsikan
psikoterapi sebagai berikut :
1.
Lebih menekankan kepada masalah-masalah kesehatan jiwa yang serius.
2.
Menekankan pada masa lampau daripada masa kini.
3.
Lebih menekankan insight daripada
perubahan.
Menurut
Wampold (Kertamuda, 2010) bahwa psikoterapi adalah cara yang paling utama dalam
interpersonal yang berlandaskan pada prinsip-prinsip psikological. Prinsip
tersebut termasuk pada terapis dan klien yang mengalami yang mengalami gangguan
mental, masalah atau complain. Hal
tersebut diadaptasi secara individual pada klien tertentu yang memiliki
gangguan tersebut. Wampold (2001) juga menyebutkan bahwa psikoterapi adalah 1)
proses interaksi yang melibatkan partisipasi aktif dari terapis dan klien dalam
hubungan terapeutik, 2) bertujuan untuk memfasilitasi adaptasi baik itu
perilaku, persepsi, sikap, keyakinan dan atau respon emosi klien.
Menurut Driscoll (1984), psikoterapi
merupakan upaya untuk mengurangi pembatasan dalam kemampuan seseorang untuk
berpartisipasi dalam cara yang berarti dan memuaskan kehidupan. Sedangkan menurut Sarwono (2009), psikoterapi
adalah upaya intervensi oleh psikoterapis terlatih agar kliennya bisa mengatasi
persoalan. Pada dasarnya metode psikoterapi adalah wawancara tatap muka
perorangan, tetapi pada praktiknya banyak variasi yang digunakan tergantung
dengan teori yang dipakai dan masalah klien.
Selain itu, Corsini (dalam Siswadi,
2009) memaparkan bahwa psikoterapi adalah proses interaksi formal antara dua
pihak. Setiap pihak biasanya terdiri atas satu orang, meski bisa dilakukan dua
orang atau lebih. Proses tersebut bertujuan memperbaiki kondisi tidak
menyenangkan atau menyulitkan salah satu atau kedua pihak yang terkait dengan
area-area yang terganggu atau malfungsi, misalnya gangguan berpikir, gangguan
afeksi, gangguan perilaku, dengan terapis memiliki teori-teori tentang asal
mula kepribadian, perkembangan, pemeliharaan, dan perubahannya, serta landasan
metode perlakuan yang secara logis terkait dengan teori yang berlaku, aspek professional,
dan legal untuk bertindak sebagai terapis.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa psikoterapi adalah proses interaksi formal antara dua
pihak yaitu terapis dan klien yang bertujuan mengatasi masalah klien
berdasarkan teori dan metode-metode.
2. Tujuan Psikoterapi
Tujuan psikoterapi adalah untuk
mengembalikan keadaan kejiwaan klien yang terganggu (mulai dari masalah ringan-
gangguan mental berat) agar bisa berfungsi kembali dengan optimal sehingga
klien tersebut bisa merasa dirinya lebih sehat mental, hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan Sarwono (2009). Selain itu Corey (2005) memaparkan ada
tujuan-tujuan global psikoterapi yaitu :
·
Klien menjadi lebih menyadari diri,
bergerak ke arah kesadaran yang lebih penuh atas kehidupan batinnya, dan
menjadi kurang melakukan penyangkalan dan pendistorsian.
·
Klien menerima tanggung jawab yang lebih
besar atas siapa dirinya, menerima perasaan-perasaannya sendiri, menghindari
tindakan menyalahgunakan lingkungan dan orang lain atas keadaan dirinya, dan
menyadari bahwa sekarang dia bertanggung jawab untuk apa yang dilakukannya.
·
Klien menjadi lebih berpegang pada
kekuatan-kekuatan batin dan pribadinya sendiri, menghindari tindakan memainkan
peran orang yang tak berdaya, dan menerima kekuatan yang dimilikinya untuk
mengubah kehidupannya sendiri.
·
Klien memperjelas nilai-nilainya
sendiri, mengambil perspektif yang lebih jelas atas masalah-masalah yang
dihadapinya, dan menemukan dalam dirinya sendiri penyelesaian-penyelesaian bagi
konflik-konflik yang dialaminya.
·
Klien menjadi lebih terintegrasi serta
menghadapi, mengakui, menerima, dan menangani aspek-aspek dirinya yang terpecah
dan diingkari, dan mengintegrasi semua perasaan dan pengalaman ke dalam
keseluruhan hidupnya.
·
Klien belajar mengambil resiko yang akan
membuka pintu-pintu ke arah cara-cara hidup yang baru serta menghargai
kehidupan dengan ketidakpastiannya, yang diperlukan bagi pembangunan landasan
untuk pertumbuhan.
·
Klien lebih mempercayai diri serta
bersedia mendorong dirinya sendiri untuk melakukan apa yang dipilih untuk
dilakukannya.
·
Klien menjadi lebih sadar atas alternatif-alternatif
yang mungkin serta bersedia memilih bagi dirinya sendiri dan menerima
konsekuensi-konsekuensi dari pilihannya.
3.
Unsur Psikoterapi
Masserman (dalam Residen Bagian
Psikiatri, 2007) memaparkan delapan ‘parameter pengaruh’ dasar yang mencakup
unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi.
1. Peran social (martabat)
2. Hubungan (persekutuan tarapeutik)
3. Hak
4. Retrospeksi
5. Re-duksi
6. Rehabilitasi, memperbaiki gangguan
perilaku berat
7. Resosialisasi,
8.
Rekapitulasi
4.
Perbedaan Psikoterapi dan Konseling
Perbedaan
konseling dan psikoterapi menurut Brammer & Shostrom (Kertamuda, 2010),
konseling untuk individu yang normal dengan beberapa karakteristik : conscious awareness, kesadaran,
kemampuan untuk memecahkan masalah, masalah pendidikan, dorongan, dan motivasi.
Sedangkan psikoterapi untuk individu yang mempunyai karakteristik yang
menitikberatkan pada kedalaman masalah yang dihadapi, cara menganalisisnya dan
menekankan pada masalah-masalah nerotik dan tekanan emosional yang dalam.
Pendapat
beberapa ahli yang menjelaskan tentang perbedaan antara konseling dan psikoterapi
:
1.
Leona Tylor, menurutnya konseling menekankan pada menolong individu untuk
menggunakan potensinya semaksimal mungkin agar dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Sedangkan psikoterapi umumnya digunakan untuk pembenahan (reconstructive) karena ada perubahan di
dalam struktur kepribadian.
2.
Vance & Volksky, mengemukakan bahwa konseling diperuntukkan bagi individu
yang normal, masalahnya mengenai perkembangan yang alami. Sedangkan psikoterapi
lebih kepada individu yang mengalami deviasi (tidak normal/penyimpangan
psikis).
3.
Trotzer dan Trotzer (Kertamuda, 2010),
menyatakan bahwa psikoterapi seringkali melakukan hubungan/relasi untuk jangka
panjang (misalnya 20 hingga 40 sesi selama lebih dari 6 bulan hingga 2 tahun)
dan juga terfokus pada perubahan perilaku. Sedangkan konseling, lebih pada
tujuan jangka pendek, antara 8-12 sesi yang terbagi ke dalam beberapa bulan dan
terfokus kepada menemukan jalan keluar dari masalah. Selain itu, Mashudi
(2012) menjelaskan beberapa perbedaan psikoterapi dan konseling, yaitu :
Ø Konseling
pada umunya menangani orang normal. Sedangkan psikoterapi terutama menangani
orang yang mengalami gangguan psikologis.
Ø Konseling
lebih edukatif, sportif, berorientasi, sadar, dan berjangka pendek. Sedangkan
psikoterapi lebih rekonstruktif, konfrontatif, berorientasi tak sadar, dan
berjangka panjang.
Ø Konseling
lebih terstruktur dan terarah pada tujuan yang terbatas dan konkret. Sedangkan
psikoterapi sengaja dibuat lebih ambigu dan memiliki tujuan yang berubah-ubah
serta berkembang terus.
Tabel
perbandingan antara konseling dan psikoterapi menurut Thompson,et.al.
(Komalasari, Wahyuni , & Karsih, 2011)
Konseling Lebih Banyak Untuk
|
Psikoterapi Lebih Banyak Untuk
|
1. Konseli atau klien
|
1. Pasien
|
2. Masalah yang ringan
|
2. Gangguan yang serius
|
3. Masalah pribadi, sosial, dan
pekerjaan, pendidikan, dan pengambilan keputusan
|
3. Gangguan kepribadian
|
4. Bersifat mencegah dan memberi
perhatian pada perkembangan.
|
4. Bersifat remedial
|
5. Pada setting pendidikan dan
perkembangan
|
5. Pada setting medis dan klinis
|
6. Berada pada area kesadaran (conscious)
|
6. Berada pada area ketidaksadaran (unconscious)
|
7. Menggunakan metode pengajaran
|
7. Menggunakan metode penyembuhan
|
5.
Psikoterapi dalam Berbagai Pendekatan Terhadap Mental Illness
a)
Terapi Psikoanalisis : Membuat
hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari, merekonstruksi kepribadian dasar.
Membantu klien dalam menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman masa
kanak-kanak dini dengan menembus konflik yang direpresi.
b) Terapi Behavioral : Terapi ini sebagaian
besar tentang perubahan tingkah laku, belajar, dan modifikasi tingkah
laku.Misalnya konsep dalam sistem Skinner adalah prinsip perkuatan,
pengkondisian operan Skinner telah diterapkan secara luas dalam bidang klinis,
baik dalam psikoterapi individual maupun dalam usaha menciptakan suasana kelompok
yang baik.
c) Terapi Humanisitik : Menyajikan
kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan, dengan
membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dengan memperluas
kesadaran diri.
d) Terapi Kognitif : Salah satu teknik
dasarnya adalah restrukturisasi kognitif yang dilakukan klinisi untuk membantu
klien mengubah cara mereka memandang dirinya, dunia, dan masa depan.
e) Terapi Integral/Holistik : Terapis
melihat kebutuhan klien dari berbagai macam perspektif dan mengembangkan
perencanaan-perencanaan treatmen yang dapat memberikan pengaruh terhadap
permasalahan yang dihadapi. Integrasi berbagai macam model terapeutik menurut
Halgin dan Whitbourne (2010) ialah teknik dengan pendekatan ekletik, integrasi
teoritis, dan pendekatan faktor umum.
6.
Bentuk- Bentuk Utama Terapi
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai,
psikoterapi dibedakan atas (dalam Elvira, 2007), yaitu :
1
Psikoterapi Suportif:
Tujuan:
- Mendukung fungsi-fungsi ego, atau
memperkuat mekanisme defensi yang ada
- Memperluas mekanisme pengendalian
yang dimiliki dengan yang baru dan lebih baik.
- Perbaikan ke suatu keadaan
keseimbangan yang lebih adaptif.
Cara atau pendekatan: bimbingan,
reassurance, katarsis emosional, hipnosis, desensitisasi, eksternalisasi minat,
manipulasi lingkungan, terapi kelompok.
2 Psikoterapi Reedukatif:
Tujuan:
Mengubah pola perilaku dengan
meniadakan kebiasaan (habits) tertentu dan membentuk kebiasaan yang lebih
menguntungkan.
Cara atau pendekatan: Terapi
perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, psikodrama, dll.
3.
Psikoterapi Rekonstruktif:
Tujuan :
Dicapainya tilikan (insight) akan
konflik-konflik nirsadar, dengan usaha untuk mencapai perubahan luas struktur
kepribadian seseorang.
Cara atau pendekatan: Psikoanalisis
klasik dan Neo-Freudian (Adler, Jung, Sullivan, Horney, Reich, Fromm, Kohut,
dll.), psikoterapi berorientasi psikoanalitik atau dinamik.
SUMBER
REFERENSI :
Driscoll, R. (1984). Pragmatic Psychotherapy. New York: Van
Nostrand Reinhold Company Inc.
Sarwono, S.W. (2009). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta:
RAJAGRAFINDO PERSADA.
Siswadi, A.G.P. (2009). Peningkatan Social Well Being dan Personal Control sebagai Sasaran Penting
dalam Psikoterapi. Jurnal Psikologi,
Vol. II, No. 2, 111-112.
Corey, G. (2005). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Refika
Aditama.
Mashudi, F. (2012). Psikologi Konseling Buku Panduan Lengkap & Praktis Menerapkan
Psikologi Konseling. Yogyakarta: IRCiSoD.
Elvira, S.D.(2007). Psikoterapi. Jurnal Kalimantan Scientiae, Vol. 25,
No. 69.
Komalasari, Wahyuni, & Karsih. (2011).
Teori dan Teknik Konseling. Jakarta:
PT INDEKS.
Halgin, R.P., Whitbourne, S.K. (2010). Psikologi Abnormal Perspektif Klinis pada
Gangguan Psikologis. Jakarta: Salemba Humanika.
Kertamuda, F. (2010). Konseling: Teori dan Ketrampilan Dasar. Jakarta: Universitas Paramadina.
Kertamuda, F. (2010). Konseling: Teori dan Ketrampilan Dasar. Jakarta: Universitas Paramadina.