Jumat, 28 Juni 2013

Keterkaitan Antara Abnormalitas Dengan Konsep Motivasi , Stres , Dan Gender

Abnormalitas didefinisikan sebagai hal yang jarang terjadi atau penyimpangan dari kondisi rata - rata . Ada beberapa cara dalam mendefinisikan abnormalitas , yaitu :

  • Penyimpangan dari norma statistik , didasarkan pada penyimpangan kurve normal dalam statistik.
  • Penyimpangan dari norma sosial , perilaku yang dianggap normal oleh suatu masyarakat bisa dianggap  abnormal oleh masyarakat lain.
  • Perilaku Maladaptif , yaitu tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang memiliki dampak merugikan dan membahayakan orang lain atau masyarakat .
  • Kesusahan pribadi , merupakan pandangan subjektif seseorang dan bukan perilaku orang tersebut . 


ABNORMALITAS DENGAN KONSEP MOTIVASI 
    Setiap individu pada dasarnya memiliki konsep motivasi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya . Konsep motivasi sendiri ialah dorongan di dalam diri seseorang dalam menentukan atau melakukan tindakan . Jika , seorang inidividu memiliki perilaku abnormal tentu hal tersebut berpengaruh pada konsep motivasi individu tersebut . Individu yang memiliki perilaku abnormalitas tidak dapat memenuhi tuntutan sosial yang ada di masyarakat dengan kata lain individu tersebut tidak dapat menyesuaikan dirinya . Dalam Hierarki Kebutuhan yang dikemukakan Abraham Maslow , idealnya manusia "sehat"  memiliki kebutuhan fisiologis , rasa aman , kasih sayang , penghargaan , dan aktualisasi diri  yang harus dipenuhi . Bagi orang yang "tidak sehat " bisa saja konsep motivasinya jauh seperti yang diharapkan atau tidak seperti masyarakat pada umumnya . 

ABNORMALITAS DENGAN STRES
    Stres adalah tekanan internal maupun eksternal serta kondisi bermasalah lainnya dalam kehidupan . Dalam kamus psikologi ( Chaplin , 2002 ) stres merupakan suatu keadaan tertekan baik itu secara fisik maupun psikologis . Stres dapat menjadi salah satu penyebab seseorang memiliki perilaku abnormal . Misalnya , seorang anak yang didiskriminasi oleh teman - temannya di sekolah , kemudia ia frustasi dan depresi . Untuk meluapkan kemarahannya kemudian ia melakukan tindakan abnormal di sekolahnya dengan menembakkan pistol di sekolah kepada teman - temannya dan warga sekolah lainnya . Jadi pada dasanya , terdapat hubungan yang kuat antara stres dengan abnormalitas . Selain itu stress yang dapat menimbulkan perilaku abnormal , misalnya : agresi , regresi , fixatie , pendesakan , rasionalisme , proyeksi , identifikasi , narsisme , autisme , dan lain lain .Tetapi tidak semua stres menyebabkan abnormalitas , ada juga stres yang bersifat positif , tergantung individu menyikapinya . 

  
ABNORMALITAS DENGAN GENDER

 Gangguan identitas gender adalah bagaimana seseorang merasa bahwa ia adalah seorang pria atau wanita, dimana terjadi konflik antara anatomi gender seseorang dengan identitas gendernya (Nevid, 2002). Identitas jenis kelamin adalah keadaan psikologis yang mencerminkan perasaan dalam diri seseorang sebagai laki-laki atau wanita (Kaplan, 2002). Fausiah (2003) berkata, identitas gender adalah keadaan psikologis yang merefleksikan perasaan daam diri seseorang yang berkaitan dengan keberadaan diri sebagai laki-laki dan perempuan.
Identitas jenis kelamin (gender identity): keadaan psikologis yang mencerminkan perasaan dalam (inner sense). Didasarkan pada sikap, perilaku, atribut lainnya yang ditentukan secara kultural dan berhubungan dengan maskulinitas atau femininitas. Peran jenis kelamin (gender role): pola perilaku eksternal yang mencerminkan perasaan dalam (inner sense) dari identitas kelamin. Peran gender berkaitan dengan pernyataan masyarakat tentang citra maskulin atau feminim.
Konsep tentang normal dan abnormal dipengaruhi oleh factor social budaya, Perilaku seksual dianggap normal apabila sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan dianggap abnormal apabila menyimpang dari kebiasaan yang ada di masyarakat.
Gangguan Identitas Gender
Kriteria diagnostik gangguan identitas gender: Identifikasi yang kuat dan menetap terhadap gender lain:
1. Berkeinginan kuat menjadi anggota gender lawan jenisnya (berkeyakinan bahwa ia memiliki identitas gender lawan jenisnnya)
2. Memilih memakai baju sesuai dengan stereotip gender lawan jenisnya
3. Berfantasi menjadi gender lawan jenisnya atau melakukan permainan yang dianggap sebagai permainan gender lawan jenisnya.
4. Mempunyai keinginan berpartisipasi dalam aktivitas permainan yang sesuai dengan stereotip lawan jenisnya
5. Keinginan kuat mempunyai teman bermain dari gender lawan jenis (dimana biasanya pada usia anak – anak lebih tertarik untuk mempunyai teman bermain dari gender yang sama)
Pada remaja dan orang dewasa dapat diidentifikasikan bahwa mereka berharap menjadi sosok lawan jenisnya, berharap untuk bisa hidup sebagai anggota dari gender lawan jenisnya.
6. Perasaan yang kuat dan menetap ketidaknyamanan pada gender anatominya sendiri atau tingkah lakunya yang sesuai stereotip gendernya.
7. Tidak terdapat kondisi interseks.
8. Menyebabkan kecemasan yang serius atau mempengaruhi pekerjaan atau sosialisasi atau yang lainnya.
9. Gangguan identitas gender dapat berakhir pada remaja ketika anak – anak mulai dapat menerima identitas gender. Tetapi juga dapat terus berlangsung sampai remaja bahkan hingga dewasa sehingga mungkin menjadi gay atau lesbian.
Awal mula Gangguan Identitas Gender
Gangguan identitas gender bermula dari trauma dari orang tua yang berlawan jenis, pergaulan individu, pengaruh media massa. Kaplan (2002), gangguan identitas gender ditandai oleh perasaan kegelisahan yang dimiliki seseorang terhadap jenis kelamin dan peran jenisnya. Gangguan ini biasanya muncul sejak masa kanak-kanak saat usia dua hingga empat tahun (Green dan Blanchard dalam Fausiah, 2003)G

Sumber :

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/psikologi_umum2/bab8_abnormalitas.pdf
http://isahluphpsychologi.blogspot.com/2013/04/psikologi-abnormal-dan-patologi.html
http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/11/gangguan-identitas-gender-gender-identity-disorder/